Minggu, 29 Januari 2012

Menghimpun Warung Rakyat

Delapan windu sudah negara merdeka. Namun Indonesia madani belumlah terwujud. Masih banyak rakyat yang tak bisa makan tiga kali sehari. Di samping itu, ada orang-orang yang justru hidup bergelimang harta, dan kemewahan. Kesenjangan sosial yang sangat tajam ini tampak nyata di Jakarta dan kota besar lainnya. Bahkan ketimpangan ini diperparah dengan munculnya banyak minimarket di jalan-jalan kota.

Keberadaan penyedia barang-barang sehari-hari di dekat tempat tinggal memang sangat diperlukan warga dalam memenuhi kebutuhan. Karena itulah sampai sekarang pun ada banyak warga yang membuka usaha warung. Bisa dipastikan dalam satu buah RW terdapat minimal satu warung. Jadi, bisa diperhitungkan bahwa ada bergitu banyak orang yang mengandalkan hidup pada usaha warungnya.

Warung-warung rumahan memiliki nilai lebih dibanding dengan usaha-usaha sejenis, seperti minimarket, supermarket, maupun mall dalam hal “kedekatan” dengan masyarakat. Sebagai salah satu jenis dari usaha kecil menengah (UMK), dengan modal yang tidak banyak, pengelolaan yang sederhana juga dengan penempatan usaha yang apa adanya, yaitu di rumah sang pemilik usaha sendiri dengan tentunya dilandasi oleh alasan ekonomis, tidak perlu membayar sewa tempat, dan paling tidak alasan praktis, mengoptimalkan nilai utilitas lahan (rumah) yang dimiliki, warung lebih banyak dan tersebar di dalam suatu lingkungan.

Warung rakyat selain menyiapkan kepbutuhan pokok, juga menjadi warung informasi, yaitu tempat berkumpulnya artikel , selebaran, Kordes ( koran desa ) sehingga masyarakat lebih mudah dalam mendapat informasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar