Pengrajin kayu jati di daerah ngawi diliputi rasa lesu dan
kurang bergairah hal ini disebabkan berkurangnya minat pembeli dan permintaan
pasar. Hal lain ini juga disebabkan lesunya perekonomian di
Amerika yang terkena dampak krisis global.
”Gimana lagi yang jelas turunya ekspor
kita karena permintaan berkurang dalam beberapa waktu terakhir,” terang
Suherman, penjual furniture kayu jati asal Banjarejo, Kedunggalar. Menurutnya
selama ini, dengan nilai ekspor berkisar sekitar Rp 100 juta lebih, bisa
terlaksana secara minimal dalam tempo dua bulan untuk memenuhi target. Pasar
furniture dan kerajinan kayu dari Ngawi sendiri biasanya ke eropa sebagian
Negara seperti Belgia dan Belanda dan kemudian untuk asia hanya Srilanka.
Dijelaskanya, selama ini ekspor kerajinan dari wilayah Ngawi khususnya
Kedunggalar tetap melalui pengepul. Dengan memakai sistem ini tetap
mempengaruhi keuntungan meskipun nilai keuntungannya masih cukup lumayan
tinggi.
”Selama ini memang kita masih
memanfaatkan jasa perantara yang ada di Jogjakarta dan Jakarta,” tambahnya.
Dicontohkan, dalam rentang dua bulan lalu, pihaknya sudah membuatkan pesanan
furniture dari Srilanka yang jumlahnya cukup besar. Akan tetapi karena berbagai
faktor salah satunya harga melonjak sehingga pesanan yang jumlahnya sudah
ditentukan tidak kunjung diambil. Sementara untuk industri kerajinan kayu di
Ngawi sendiri cukup bergeliat dan berkembang cukup baik beberapa tahun
terakhir. Dalam perbedaan konsumen lokal dengan luar negeri, untuk lokal
terarah pada pernik perhiasan sementara pangsa luar negeri justru sebaliknya
lebih menampilkan keaslian kayu sebagai seni dasar kerajinan sendiri. Pengrajin
kayu dan furniture yang banyak tersebar di Ngawi, Paron dan Kedunggalar saat
ini hanya bertumpu pada konsumen lokal dan itupun nilainya terbatas khususnya
harga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar